Senin, 11 April 2011

HUBUNGAN PERBURUHAN DAN HUBUNGAN PERINDUSTRIAN DI INDONESIA

PENDAHULUAN Perubahan politik dapat di ketahui bahwa selalu berdampak pada dunia usaha dan buruh di indonsia.Kaitan antara dunia usah dan buruh selalu memasuki masalah-masalah yang berhubnungan dengan buruh dan manajemen atau masalah yang sering dikenal adalah ,labour relation, atau hubungan buruh atau hubungan industrial.Masalah ini selalu berhubungan dengan perseteruan antara, political system dengan ecomonic system.Ini artinya apabilah terjadi hubungan pada political system dengan ecomonic system,maka pengaruhnya akan berdampak pada industrial relation system dan industrial system.Apakah pengaruh itu bersifat positif atau pengaruhnya bersifat negatif. Namun sehubugan degan hubungan perburuan dan hubungan perindustrian, maka yang penting di perhatian adalah hubungan industri degan buruh.Hubungan industri degan buruh menurut, Dunlop bahwa hubungan industrial adalah merupakaan sebuah sistem hubungan yang independen dan meliputi, aktor,idiologi,pelaku industri ,proses dan sistem pengeluaran. ANALISIS KRITIS HUBUNGAN PERBURUHAN DAN HUBUNGAN PERINDUSTRIAN DI INDONESIA 1. Hubungan Industri di Era Orde Lama. Hubungannya dengan kekuatan politik dimasa orde baru perusahan menjadi penyokong dana pemerintah dan juga penyokong dan pemilihan umum itulah hubugan sistem politik dan sistem hubungan industrial untuk mempengaruhi aktor-aktor tertentu yaitu serikat pekerja, pengusaha atau asosiasi pengusaha untuk mendukung kepentingan politik elit orde lama. Dengan demikian lahirlah sistem hubungan industrial untuk mendukung kepentingan politik orde lama.Pengusaha dan pemerintah bekerja sama untuk saling menguntungkan.Sementara buruh tetap menjadi pekerja bisa. Di era orde lama pemerintah yang berkuasa belum secara riil memikirkan bagai mana pengelolaan umberdaya alam untuk kepentingan nasional .Pengusaha yang bekerja hanay cenderung pada bidang jasa dan perpajakn serta bahan pokok.Akan tetapi serikat-serikat pekerja pada masa ode baru cukup mempunyai pengaruh yang besar dalam mendukung PKI dan juga PNI karena rata-rata pendukung PKI dan PNI benar-benar dari kalangan menengah ke bawah. Kondisi negara pada masa orde baru sangat kacau dn investor yang hendak menanamkan sahamnya di Indonesia juga mksih terlalu sedikit akan tetapi amarika serikat dan sekutunya telah bekerja sama memberikan berbagai bantuan kepada militer degan tujun agar amerika serikat dan sekutunya mendapatkan dukungan ekonomi dan pengelolahan pertambangan yang ada di indonesia.Upaya ini berhasil di manfaatkan melalui perang dingin dan itulah cela yang tetap amerika dan sekutunya mulai mengendalikan indonesia secara politik dan ekonomi hingga hari ini.Terutama dalam pengelolahan pertambagan di indonesia.Buruh indonesia yang banyak bekerja di perusahaan-perusahaan asing akan tetapi mekanisme pengelolahan perusahaan asing memakai hukum internasional sehingga buruh di indonesia di atur berdasarkan kepentingan pemodal yang memakai hukum internasional untuk mengendalikan buruh di indonesia. Kekurangan buruh di indonesia adalah dalam setiap tindakan politk hanya menolak kebijakan pemerintah akan tetapi yang penting di tolak adalah pemodal asing dan elit pengusaha nasional yang mengendalikan pemerintah.Kondisi ini terjadi di masa orde lama dimana buruh dan pemerintah tidak mampu membendung kepentingn politik dan ekonomi internasional di indonesia. 2. Hubungan Industri di Era Orde Baru. Pada tahun 1974 pemerintah orde baru melahirkan gagasan mengenai konsep hubungan industrial pancasila (HIP) yang disusun berdasarkan pertimbangan sosial-budaya dan nilai-nilai tradisional Indonesia. HIP yang kemudian diatur dalam SK Menaker RI No. 645/Men/1985 ini menata hubungan antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yang didasarkan pada jiwa lima sila dalam Pancasila . HIP memberi tekanan pada kemitraan antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. Konsep hubungan industrial pancasila berdasarkan pada tiga azas kemitraan, yaitu: mitra dalam produksi, mitra dalam tanggungjawab, dan mitra dalam keuntungan, antara pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah. Tujuan konsep ini adalah untuk mewujudkan masyarakat industri yang ideal . Dalam HIP pekerja/buruh dan pengusaha, mempunyai tanggungjawab dan hak serta kewajiban terhadap satu sama lain pada posisi yang seimbang. Faktor yang dijadikan rujukan untuk menentukan keseimbangan hak dan kewajiban tersebut adalah rasa keadilan sosial dan batas kewajaran, bukan faktor kekuasaan. Misi yang ingin dicapai HIP adalah terciptanya ketenangan dalam bekerja dan berusaha, peningkatan produktivitas dan kesejahteraan, serta peningkatan harkat dan martabat pekerja/buruh. Jika kondisi seperti ini dapat diwujudkan, maka diharapkan HIP dapat mendorong terwujudnya kondisi hubungan industrial yang harmonis. Pada gilirannya, keadaan ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi stabilitas politik dan sosial, sesuatu yang sangat dipentingkan pemerintah pada era tersebut.Beberapa hal yang membedakan HIP dengan hubungan industri lainnya adalah:1). Pekerja/buruh bekerja bukan hanya untuk mencari nafkah, tetapi juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia, masyarakat, dan bangsa dan negara,2). Pekerja/buruh bukan hanya sebagai faktor produksi, tetapi juga sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya, 3).Pekerja/buruh dan pengusaha mempunyai kepentingan yang sama,4). Setiap perbedaan pendapat antara pekerja/buruh dan pengusaha diselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat dan 5). Harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam perusahaan. Untuk mewujudkan HIP, diperlukan sarana utama, yaitu adanya: SP/SB, organisasi pengusaha, lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama tripartit, perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP), Kesepakatan Kerja Bersama (KKB), peraturan penyelesaian perselisihan industrial, dan peraturan perundang-undangan. Dalam praktek, hubungan industrial seperti yang dicita-citakan oleh HIP tidak sepenuhnya dapat diwujudkan. Kepentingan pekerja/buruh sering dimanfaatkan oleh pengusaha dan penguasa, sehingga proses marjinalisasi posisi pekerja/buruh terus berlangsung. Dengan disertai banyak catatan, barangkali konsep HIP yang sudah diterapkan dengan sangat sukses adalah sebagai alat Pemerintah Orde Baru untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan politik. Melalui kerjasama antara pengusaha dan penguasa, unjuk rasa pekerja/buruh memang dapat diredam, tetapi sebenarnya kunci persoalan dalam hubungan industrial justru tidak terpecahkan, misalnya mengenai makna dari kemitraan yang dicantumkan dalam HIP. 3. Hubungan Industri di Era Orde Reformasi. Meskipun kewenangan dalam urusan ketenaga kerjaan seharusnya sudah diserahkan kepada pemerintah daerah, dalam prakteknya hal ini belum dapat dilaksanakan sepenuhnya. Menteri Tenaga Kerja (Menaker), misalnya, masih bertanggungjawab mengenai perlindungan kerja, penempatan tenagakerja, serta pelatihan dan peningkatan produktivitas.Menurut Dedi Haryadi ketidakajegan hubungan industrial yang berlangsung bukan disebabkan oleh sistem dan konsepnya, melainkan karena pelaksanaan atau prakteknya . Pemerintah orde baru cukup efektif meredam unjuk rasa pekerja/buruh, dan karena itu beberapa pihak menilai orde baru telah efektif melaksanakan HIP. Sebenarnya yang dilakukan oleh Pemerintah orde baru pada masa itu adalah menekan pekerja/buruh sehingga mereka tidak dapat menyuarakan kepentingannya. Meskipun konsep HIP tidak sepenuhnya diterapkan, tidak mengherankan jika konsep hubungan industrial pancasila (HIP) masih menjadi wacana di semua wilayah studi sekalipun sudah melewati Pemerintahan Habibie, Abdurrachman Wahid, dan kini dalam era Pemerintahan Megawati. Menurut F-SPSI, hingga sekarang HIP belum sepenuhnya dilaksanakan . Federasi LEMSPSI juga berpendapat bahwa HIP tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh seluruh pihak yang terkait . Menurut sinyalemen Kadin, lebih dari 90% persoalan mogok, unjuk rasa, demonstrasi dan problem pekerja/buruh lainnya yang disebabkan oleh HIP belum terlaksana sepenuhnya pada saat kejatuhan pemerintah orde baru. Menurut Sudono, Ketua Kadin Indonesia .HIP masih merupakan konsensus nasional, artinya bila tidak dilaksanakan maka tidak ada sanksi yang dikenakan. Saat ini, konsep HI yang baru diperkenalkan belum dipahami dan diterima dengan baik, apalagi dilaksanakan. Selain persoalan kewenangan, hubungan industrial di masa transisi ini juga dihadapkan pada persoalan penetapan UMR dan Upah Minimum Propinsi (UMP). Sepanjang tahun 2001 UMR mengalami peningkatan antara 25-30%. Keberatan pihak pengusaha yang mencoba menunda dan atau menolak kebijakan ini telah memicu timbulnya unjuk rasa pekerja/buruh. Namun, sebelum persoalan ini diselesaikan, pada Januari 2002 pemerintah sekali lagi menetapkan peningkatkan UMP. Misalnya, di DKI Jakarta UMP naik sekitar 38% dari tahun sebelumnya. Seperti kasus tahun 2001 sebelumnya, banyak perusahaan keberatan atas penetapan UMP yang terakhir ini. Pihak perusahaan, melalui Apindo kemudian mengancam akan keluar dari Tim Penentuan UMR/UMP, dan tidak akan melaksanakan ketentuan tersebut pada Januari 2002 sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemerintah .Menghadapi keberatan pengusaha tersebut, Menteri Perindustrian dan Perdagangan meminta agar para pengusaha tetap berusaha agar dapat memenuhi ketentuan baru tersebut.Sementara Menteri Tenaga Kerja memberi peringatan keras kepada pihak pengusaha bila tidak mentaati peraturan baru tersebut.Akhirnya, melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), pengadilan telah memutuskan akan memberlakukan ketentuan UMP yang baru.Selain itu hubungan industrial diuji dengan adanya ketidak sepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh tentang Kepmenaker No. Kep-150/Men/2000 dan Kepmenakertrans No. Kep 78 dan 111/Men/2001, UU No. 21 Tahun 2000, serta RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Pokok-pokok ketidak-sepakatan UU .Terjadi ketidak harmonisan hubungan industrial, faktor pemicunya tidak hanya disebabkan oleh perbedaan kepentingan mendasar antara pengusaha dengan pekerja/buruh, namun dapat pula dipicu oleh masalah kecil atau kesalah pahaman, termasuk kesalah pahaman dalam memahami peraturan pemerintah maupun peraturan perusahaan. Isu yang paling sering muncul adalah pengusaha berusaha menekan biaya produksi, sebaliknya pekerja/buruh menuntut kenaikan upah lebih tinggi. Pekerja/buruh melalui serikat pekerja/buruh menilai pengusaha tidak terbuka untuk berdiskusi, merasa berkuasa, dan kurang memperhatikan nasib pekerja/buruh, sehingga pekerja/buruh kehilangan kepercayaan terhadap pengusaha atau manajemen perusahaan. ANALISIS PENUTUP Buruh dalam sistem politik mempunyai kekuatan politik degan organisasi buruhnya degan demikina buruh selalu menjadi penentu kemenangan dalam politik dan secara ekonomi para politisi selalu mendekati majikan dari para buruh untuk mendapat dukungan politik dan intulah inti mengapa buruh dan pemodal menjadi kekuatan politik dalam pemerintah karena ketika dalam politik buruh mogok dan begitu juga dalam ekonomi, maka perusahan dan pemerintah akan mengalami kerugian secara ekonomi dan secara politik akan tetapi yang menjadi persolan adalah dalam produksi buruh cenderung menjadi pengerak utama akan tetapi hasil pekerjaan yang ia kerjakan apabilah di sesuaikan dengan gaji yang ia peroleh sangat tidak sesuai dan dalam kondisi ini juga ada buruh yang pasra dengan keadaan ini ada juga buruh yang tidak menerima.Tidak ada pilihan lain.Buruh walaupun mendapat gaji yang rendah mereka tetap akan berkerja .Hal ini terjadi karena lapangan pekerjaan yang sedikit sementara tenaga kerja yang antri sangat banyak.Hal ini juga mempengaruhi pemodal melakukan apa saja dengan perhitungan bahwa kalau satu orang bekerja tidak baik dan bermanfaat atau merugikan cepat harus di PKH dan ketika terjadi PHK, maka ada ribuan karyawan yang sedang antrian untuk bekerja di perusahaan. Pemerintah dalam hal ini tidak ikut campur tangan dalam perusahaan.Buruh yang bekerja di perusahaan tersebuthanya di anggap sebatas pekerja dan bukan patner kerja yang saling menguntungkan.Buruh dalam kondisi termarginalkan walaupun pemodal juga termarginalkan akan tetapi dari aspek sosial dan keagamaan sementara buruh termaginal dalam pandangan ekonomi dan kemanusiaan (tenaga atau fisik). Namun sebagai kekuatan politik yang besar buruh dalam keadan terjebut selalu memanfaatkan kekuatannya sebagai organisasi yang mempunyai pengaruh politik dan ekonomi yang di perhitungkan negara dan pemodal. DAFTAR PUSTAKA. Bahan Kuliah, Chosmas Batubara,Politik Perburuan dan hubugan industri di Indonesia,2011,Hal.1-4. Hubungan Industrial Pancasila, Modul 1: Diklat Pelatih Bagi Penyuluh HIP, Proyek Lembaga Ketenagakerjaan dan Syarat-syarat Kerja T.A.2000, Depnaker, 2000. Suwarno, S., and J.Elliot,” Changing Approaches to Employment Relations in Indonesia,” in employment Relations in the Asia Pacific: Changing Approaches, ed. Bamber, Greg J, 2000, p.130. Dedi Haryadi,, “ Agenda Revitalisasi Hubungan Industrial”, Bisnis Indonesia, 26 Mei 2001. Sambutan Ketua DPC SPSI Kabupaten/Kota Bekasi pada Dialog Tripartit Nasional, Bekasi, 22 Nopember 2001. Hikayat Atika Karwa, Ketua Umum DPP Federasi LEM-SPSI dan Ketua DPP Konfederasi SPSI, Hubungan Industrial dalam Gerakan Buruh di Indonesia, Makalah Seminar, Jakarta, 21 Nopember 2001. Merdeka, “Susah, Gara-gara Tak Ada Sanksi”, 21 Mei 1997. Suara Karya, “Sejumlah Asosiasi Tolak Naikkan UMR di Jakarta, 23 Nopember 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar